Fatwa Imam Syafi'i :
إذَا وَجَدْتُمْ فِي كِتَابِي خِلَافَ سُنَّةِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقُولُوا بِسُنَّةِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَدَعُوا قَوْلِي
Imam Nawawi dalam kitabnya Majmu' Syarah Al-Muhadzdzab juz 1/ 104 :
وَرُوِيَ عَنْهُ : إذَا صَحَّ الْحَدِيثُ خِلَافَ قَوْلِي فَاعْمَلُوا بِالْحَدِيثِ وَاتْرُكُوا قَوْلِي ، أَوْ قَالَ : فَهُوَ مَذْهَبِي
Diriwayatkan dari Asy-Syafi'i : " apabila ada hadits shohih yang menyelisihi ucapanku, maka amalkanlah hadits itu dan tinggalkan ucapanku,(atau dalam riwayat lain : "maka itu adalah madzhabku") "
Kata kata diatas sering digunakan sebagai senjata oleh Firqoh An-Najd untuk menyerang pengikut madzhab Syafi'i guna memuluskan aksinya yang menyesatkan.
Disisi lain dalam kalangan awam madzhab Syafi'i sering glagapan dalam menanggapi kata-kata ini yang oleh Firqoh Wahabi memang sengaja dipotong pengambilannya guna membingungkan masyarakaT awam yang pada akhirnya mereka menjadi ragu dalam bermadzhab.
Berikut penjesalan Imam Nawawi dalam kitab Majmu' I / 105 :
وَهَذَا الَّذِي قَالَهُ الشَّافِعِيُّ لَيْسَ مَعْنَاهُ أَنَّ كُلَّ وَاحِدٍ رَأَى حَدِيثًا صَحِيحًا قَالَ : هَذَا مَذْهَبُ الشَّافِعِيِّ وَعَمِلَ بِظَاهِرِهِ ، وَإِنَّمَا هَذَا فِيمَنْ لَهُ رُتْبَةُ الِاجْتِهَادِ فِي الْمَذْهَبِ عَلَى مَا تَقَدَّمَ مِنْ صِفَتِهِ أَوْ قَرِيبٍ مِنْهُ
"Perkataan Imam Syafi'i ini bukan berarti bahwa setiap orang yang mengetahui hadits shohih (yang sepintas bertentangan dengan fatwanya : ed), maka dia lalu boleh berkata : ini adalah madzhab Imam Syafi'i dan boleh mengamalkan dhohirnya hadits (bukan seperti itu maksudnya),
Sesungguhnya perkataan Imam Syafi'i ini ditujukan bagi orang yang sudah mencapai derajat mujtahid dalam madzhab seperti yang telah dijelaskan sifat-sifatnya atau orang yang hampir mencapai derajat itu"
Nah ...... dari sini kayaknya mulai bisa dipahami apa maksud fatwa tersebut.
Lalu timbul pertanyaan dalam hati, mungkinkah Imam Syafi'i sengaja tidak mengamalkan hadits shohih ?
Pertanyaan ini cukup menggugah image negatif pada beliau mengingat terkadang dijuampai hadits shohih yang sepintas bertentangan dengan fatwanya, untuk menjawabnya mari kita simak lagi penjelasan Kanjeng Imam Nawawi yang terdapat dalam Majmu' I / 104 :
وَكَانَ جَمَاعَةٌ مِنْ مُتَقَدِّمِي أَصْحَابِنَا إذَا رَأَوْا مَسْأَلَةً فِيهَا حَدِيثٌ ، وَمَذْهَبُ الشَّافِعِيِّ خِلَافُهُ عَمِلُوا بِالْحَدِيثِ ، وَأَفْتَوْا بِهِ قَائِلِينَ : مَذْهَبُ الشَّافِعِيِّ مَا وَافَقَ الْحَدِيثَ ، وَلَمْ يَتَّفِقْ ذَلِكَ إلَّا نَادِرًا ، وَمِنْهُ مَا نُقِلَ عَنْ الشَّافِعِيِّ فِيهِ قَوْلٌ عَلَى وَفْقِ الْحَدِيثِ
"Jama'ah (perkumpulan) ulama mutaqoddimin dari Ash-habus Syafi'i bila menemukan satu masalah terkait sebuah hadits dan fatwa Imam Syafi'i menyalahi hadits tersebut maka mereka memilih untuk mengamalkan hadits tadi (ash-habus Syafi'iyyah adalah para ulama yang level keilmuannya kurang lebih masih selevel dengan Imam Syafi'i),
Merekapun berfatwa : "Madzhab Syafi'i adalah madzhab yang sesuai (mencocoki) hadits shohih, adapun bila ada yang tidak mencocoki itu adalah sesuatu yang langka (jarang)" , pendapat yang lain mengatakan bahwa madzhab Syafi'i mencocoki hadits shohih".
Pada zaman sekerang ini kalau boleh saya katakan hampir tidak ada (mungkin ada tapi sangat langka) ulama yang derajat keilmuannya seperti Imam Syafi'i (baca : mujtahid muthlaq).
Jangankan sederajat, dibawahnyapun mungkin tidak ada.
وَشَرْطُهُ : أَنْ يَغْلِبَ عَلَى ظَنِّهِ أَنَّ الشَّافِعِيَّ - رَحِمَهُ اللَّهُ - لَمْ يَقِفْ عَلَى هَذَا الْحَدِيثِ أَوْ لَمْ يَعْلَمْ صِحَّتَهُ ، وَهَذَا إنَّمَا يَكُونُ بَعْدَ مُطَالَعَةِ كُتُبِ الشَّافِعِيِّ كُلِّهَا وَنَحْوِهَا مِنْ كُتُبِ أَصْحَابِهِ الْآخِذِينَ عَنْهُ وَمَا أَشْبَهَهَا .
Menurut Imam Nawawi, syarat orang yang boleh mengamalkan fatwa beliau Imam Syafi'i adalah (disamping yang sudah dibahas diatas) bila Imam Syafi'i tidak menetapi (menyalahi) suatu hadits shohih atau tidak mengetahuinya , ini bisa diketahui dengan cara mempelajari semua kitab-kitab karangan beliau dan kitab-kitab karangan ulama madzhab beliau.
وَهَذَا شَرْطٌ صَعْبٌ قَلَّ مَنْ يَتَّصِفَ بِهِ ، وَإِنَّمَا اشْتَرَطُوا مَا ذَكَرْنَا ; لِأَنَّ الشَّافِعِيَّ - رَحِمَهُ اللَّهُ - تَرَكَ الْعَمَلَ بِظَاهِرِ أَحَادِيثَ كَثِيرَةٍ رَآهَا وَعَلِمَهَا ، لَكِنْ قَامَ الدَّلِيلُ عِنْدَهُ عَلَى طَعْنٍ فِيهَا أَوْ نَسْخِهَا أَوْ تَخْصِيصِهَا أَوْ تَأْوِيلِهَا أَوْ نَحْوِ ذَلِكَ .
Syarat ini susah, sedikit orang yang bisa memenuhinya, para ulama mensyaratkan seperti itu karena Imam Syafi'i rohimahulloh secara umum tidak mengamalkan hadits yang beliau ketahui menurut dhohirnya saja, tetapi beliau melihat kaitannya dengan hadits lain, nasakh mansukhnya, 'amm takhshishnya, ta'wilnya dll
Demikian penjelasan Imam Nawai dalam kitab Majmu'nya .
Semoga bisa diambil hikmah .
Imam Tontowi
Tulung Agung 66253
Langganan:
Postingan (Atom)
85. HUJAN SAAT SHALAT JUM'AT DIJALAN
📚🅜🅐🅢🅐🅘🅛 🅢🅐🅝🅣🅡🅘📿 PERTANYAAN Kang santri yang shalat jum'atnya di jalan raya tiba-tiba turun hujan. Apa yang harus dilak...
-
81. SOAL Bagaimana hukumnya menambah "wawu" ketika adzan pada lafadh أشهد أنّ محمدا رسول الله JAWAB Hukumnya tidak disunahk...
-
189. SOAL : Bagaimana hukumnya meminjam korek api atau bulpoin untuk dipakai padahal dapat mengurangi isinya ? JAWAB : Sah, karena yan...
-
PENDAHULUAN BAB I : THAHARAH BAB II : NAJASAH BAB III : WUDLU BAB IV : TAYAMMUM BAB V : MANDI BAB VI : SHOLAT BAB VII : SHOLAT...